Cast : Huan Li Mei
Cho Kyuhyun
Genre : Romance
Rate : PG15
Length : series
Sebuah bangunan bertingkat dengan dinding yang terbuat dari kaca di
sekelilingnya berdiri megah di sebuah pusat kota Seoul. Di depannya
terpampang jelas sebuah ukiran batu marmer yang bertuliskan “Chuan
Shang”. Bangunan megah tersebut merupakan sebuah anak perusahaan
otomotif besar dari Taiwan. Perusahaan yang beberapa tahun terakhir
iniberkembang dengan sangat pesat dan selalu menjadi topic utama dalam
pemberitaan. Tak ada yang tak mengenal perusahaan besar ini, setiap
orang memimpikan dirinya untuk bisa bekerja di sana. Selain karena
perusahaan ini merupakan perusahaan terbesar di Asia, kesejahteraan
karyawan yang bekerja disini juga pasti terjamin. Orang-orang yang
bekerja di perusahaan ini merupakan orang-orang pilihan yang dituntut
untuk mempunyai skill dan talenta yang tinggi di banding yang lain.
Tidak heran, jika ingin masuk ke perusahaan ini saja harus betul-betul
orang yang memenuhi syarat. Selain itu, merekapun harus melewati
bermacam-macam test sebelum akhirnya bisa diterima bekerja disana. Jika
kamu tidak punya kemampuan apapun, jangan pernah berharap untuk bisa
masuk ke Chuan Shang.
Seperti hari-hari sebelumnya, hari inipun aktivitas di Chuan Shang
sudah sangat sibuk padahal waktu masih menunjukkan pukul 07.00 KST.
Karyawan yang bekerja di Chuan Shang pastilah orang-orang yang mempunyai
disiplin dan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan, di waktu yang
masih terbilang pagi ini mereka sudah datang untuk memulai pekerjaan
mereka. mereka tak akan pernah melewatkan dan menyia-nyiakan kesempatan
mereka untuk meniti karir di perusahaan yang bonafit seperti ini, untuk
itulah mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Persaingan
disana tidaklah mudah,tapi walau begitu mereka bersaing secara sehat.
Menggunakan skill dan juga kepintaran mereka.
Diantara hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang, seorang gadis
dengan tinggi tidak lebih dari 165 cm sedang berdiri di depan gedung
Chuan Shang. Rambut panjangnya ia ikat ke atas menyerupai ekor kuda, ia
memakai kemeja berwarna putih dipadukan dengan blazer berwarna peach dan
juga celana hitam panjang yang terlihat pas di tubuhnya. Dia membaca
tulisan yang berada di depan gedung tersebut.
“Chuan Shang” dia membacanya dengan keras.Ia masih mengamati gedung
yang ada di hadapannya itu. Tak ada niatan untuk melangkahkan kakinya
masuk ke dalam gedung, untuk sesaat dia memperhatikan orang-orang yang
berlalu lalang di hadapannya. Keraguan tampak terpancar dariraut
wajahnya, sesungguhnya dia ingin sekali masuk kesana dan melanjutkan
niatnya semula. Tapi setelah melihat bangunan yang semegah itu, dan juga
memperhatikan orang-orang yang bekerja di sana kepercayaan dirinya
lama-lama memudar. Ia merasa amat kecil, untuk seorang lulusan S1
seperti dirinya apakah pantas bekerja di perusahaan sebesar ini. Dia
menghela nafas, mencoba membangun kepercayaan dirinya yang beberapa
menit lalu menghilang.
“Aku pasti bisa” ucapnya dalam hati. Dia mulai melangkahkan kakinya
mendekati pintu masuk Chuan Shang, pintu terbuka dengan otomatis, gadis
itu kembali menarik nafas panjang. Dengan kepercayaan diri yang ia
bangun, ia berjalan melewati pintu itu dan melangkah menuju meja
resepsionis.
“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu nona!”sapa seorang resepsionis tatkala dia sudah sampai di sana.
“Aku ingin bertemu dengan Kepala Personalia”jawab gadis itu sambil
tersenyum ramah. Ia melirik ke arah papan nama didepannya “Kim
Minjie-Receptionist”. Rupanya wanita di hadapannya ini bernama Minjie.
“Maaf sebelumnya, siapa nama anda dan apa keperluan anda nona?”
tanyanya lagi dengan ramah. Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya
menatap wanita yang bernama Minjie itu.
“Saya Huan Li Mei, saya akan melakukan wawancara hari ini, saya
diminta datang dan menemui kepala personalia” wanita bernama minjie itu
tersenyum seakan sudah mengetahui siapa wanita dihadapannya.
“Jadi anda nona Huan! tapi nona,wawancaranya akan dilakukan pukul
09.00. mungkin anda bisa menunggu dulu disana” ucapnya lagi sambil
menunjuk ke arah ruang tunggu.
“Benarkah? Aku pikir wawancaranya dimulai pukul 07.00. Mungkin kau
salah melihat jadwal” gadis bernama Li Mei itu tak percaya pada
perkataan sang resepsionis.
“Tidak nona, wawancaranya memang dimulai pukul 09.00” Minjie mengaskan pernyataannya.
Li Mei pun merogoh sesuatu dari dalam tas tangannya, dia mengambil
handphone dan mengecek pesan masuk yang kemarin ia terima tentang
panggilan wawancara kerjanya. Dia membacanya dengan seksama.
“Ah, ternyata benar. Aku yang salah. Maaf nona Kim, baiklah aku akan
menunggu di sana saja” Li Mei membungkukkan badannya, lalu pergi
meninggalkan meja resepsionis. Karena terlalu senang, dia salah melihat
waktu, dia pikir wawancara dimulai pukul 07.00 ternyata dia datang 2 jam
lebih awal.
“Hah, bodoh! Kenapa bisa salah. Lalu apa yang akan aku lakukan
selama 2 jam ini?” rutuknya pada diri sendiri. Li Mei duduk di sebuah
sofa yang tersedia di loby, kini dia harus menunggu selama 2 jam tanpa
kegiatan apapun.
Li Mei sendiri adalah orang Taiwan yang tinggal di seoul, dia sudah
tinggal selama 5 tahun di negeri gingseng tersebut.Dia tinggal bersama
bibinya di sini, Li Mei bersekolah di Kyunghee University dan baru
menamatkan S1 jurusan sekretaris nya dua tahun yang lalu. Kini dia
mencoba peruntungan dengan melamar ke perusahaan terbesar milik negara
asalnya itu. Mungkin dia bisa berhasil di tempat ini.
Li Mei menunggu dengan bosan, sudah satu jam berlalu dan itu artinya
penantiannya tinggal 1 jam lagi. Kenapa waktu terasabegitu lambat,
apalagi yang bisa ia lakukan saat ini adalah bermain game diponselnya
dan mengamati orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Li Mei merasakan kantuk mulai menghampirinya, matanya sudah terasa
sangat berat.
“Tidur satu jam mungkin tidak masalah”ucapnya. Ia mencari posisi
yang nyaman untuk tidur, ia rebahkan kepalanya pada bantalan sofa lalu
mulai memejamkan matanya.
***
“Nona Huan Li Mei!” Li Mei mengerjap-ngerjapkan matanya tatkala dia
mendengar suaranya disebut-sebut, dengan keadaan masih setengah sadar ia
lirik arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya.
“Ya tuhan!” teriaknya, ia pun melompat bangun dan merapikan
pakaiannya yang sedikit acak-acakan. Dengan tergesa-gesa ia berjalan
menuju meja resepsionis.
“Nona, anda sudah ditunggu oleh kepala personalia” beritahu Minjie sang resepsionis.
“Ya mianhae, aku ketiduran. Gomawo!” setelah membungkukkan badan ia
pun segera berlari menuju ruangan personalia. Karena tergesa-gesa ia tak
memperhatikan jalan di depannya, ia harus beberapa kali membungkukkan
badan dan meminta maaf karena sudah menabrak orang-orang dihadapannya.
“Aish, kenapa selalu seperti ini. Tak ada yang berjalan lancar”
gerutunya sambil tetap berlari. Ia tidak mungkin mengacaukan
wawancaranya kali ini, ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh dia
sia-siakan. Karena asyik menggerutu Li Mei tidak menyadari bahwa lantai
yang akan diinjaknya baru saja di pel dan alhasil, diapun terpeleset.
Dengan gerakan slow motion, tubuhnya terjengkang ke belakang dan seperti
dalam sebuah drama seseorang berhasil menangkap tubuhnya sehingga
tubuhnya tidak membentur lantai marmer itu.
Li Mei mengerjap-ngerjapkan matanya kembali, dia masih tidak sadar
dengan apa yang terjadi. Kini tubuhnya berada dalam dekapan seorang
lelaki. Lelaki dengan setelan jas hitam yang tampak pas ditubuhnya, dan
wajah tampan yang kini ada di hadapannya seakan menghipnotisnya.Mata
coklat lelaki itu menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan,
tapi itumampu membuat seluruh saraf di tubuh Li Mei menegang. Li Mei
menatapnya tak berkedip, seolah memuja ketampanan lelaki itu. Dia juga
merasakan jika jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Untuk
beberapa menit mereka masih dalam posisi yang demikian hingga akhirnya
lelaki itu melepaskan dekapannya dan membiarkan Li Mei terjatuh.
“Awww” Li Mei menjerit ketika tubuhnya membentur lantai, ia
merasakan sakit di bagian bokongnya. Dia memandang aneh kepada lelaki
yang baru saja menolongnya tapi kemudian dengan sengaja menjatuhkannya
itu. Dengan susah payah Li Mei mencoba untuk berdiri.
“Kenapa kau melepaskan peganganmu dan menjatuhkanku?” ucapnya
akhirnya. Lelaki itu diam dan memandangi tubuh Li Mei dari atas ke
bawah, setelah itu ia tersenyum sarkartis.
“Aku tidak suka dipandangi seperti itu oleh orang asing” jawab
lelaki itu dingin, Li Mei melongo mendengar jawaban dari lelaki itu.
Siapa pula yang memandanginya, sungguh kepercayaan diri lelaki itu
tinggi sekali. ya, walau sebenarnya lelaki itu juga tidak salah.
“Lagipula seharusnya kau berterimakasih padaku, jika aku tidak
segera menangkapmu, tulang punggungmu mungkin sudah patah” Li Mei hanya
bisa mengerucutkan bibirnya mendengar penuturan lelaki yang tak ia kenal
itu. Semua perkataannya itu semua benar adanya.
“oya, lain kali tak usah membahayakan dirimu sendiri, jika kau
berharap akan ada yang menangkapmu lagi dan menyelamatkanmu seperti
dalam drama, maka kau harus bersiap-siap kecewa” setelah berkata
demikian lelaki itu berlalu meninggalkan Li Mei yang diam mematung. Dia
mencoba mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut lelaki itu.
Jadi lelaki itu berpikiran bahwa Li Mei sengaja menjatuhkan dirinya
sendiri. Apa dia sudah gila? Bagaimana bisa lelaki itu berpikiran picik
seperti itu. Li Mei memberenggut kesal. Ia masih menatap punggung lelaki
itu sambil mengeluarkan sumpah serapahnya.
“Deputi GM, kita akan mengadakan rapat siang ini” dari kejauhan
samar-samar Li Mei mendengar seorang lelaki berbicara pada lelaki itu.
Lelaki yang menyebutnya deputi GM tersebut tampak sangat hormat kepada
lelaki menyebalkan itu, ia mengikuti lelaki itu di belakangnya.
“Hmmm, deputi GM??? Tidak sesuai dengan perilakunya” ucapnya pelan.
Li Mei pun ingat akan tujuannya kesini. Iapun segera mempercepat
langkahnya menuju ruangan personalia.
@Li Mei’s Home at 08.00 a.m.
Rumah sederhana itu terlihat begitu bersih dari luar, bangunannya
yang masih menggunakan kayu dan bentuknya seperti kebanyakan rumah
tradisional korea selatan lainnya. Di rumah itulah, selama 5 tahun
terakhir ini Li Mei tinggal, semenjak kedua orang tuanya meninggal
akibat ledakan bom 5 tahun lalu yang terjadi di kotanya, Li Mei
memutuskan untuk tinggal bersama bibinya yang ada di korea. Bibinya
sendiri sudah kehilangan suaminya sejak lama dan ia hanya tinggal
bersama anak laki-laki semata wayangnya, anak laki-laki nya bernama
Luhan, ia 4 tahun lebih muda dari Li Mei dan ia masih bersekolah. Li Mei
sudah menganggap Luhan sebagai adiknya sendiri dan tentu saja ia sangat
sayang pada Luhan, mengingat dia sudah tidak mempunyai siapapun lagi
kecuali Luhan dan bibinya. Bahkan adik kandungnya sendiri jugamenjadi
korban ledakan bom bersama ayah dan ibunya. Tapi untung saja Li Mei
masih mempunyai deposito yang ditinggalkan orang tuanya untuknya hingga
ia bisa melanjutkan kuliah walau hanya sampai S1.
Pagi itu, Li Mei sedang bersantai di ruang tengah rumahnya. Ia
tengah melaksanakan kegiatan rutin mingguannya yaitu memotong kuku. Bibi
Lu, yang merupakan bibi Li Mei datang dari arah dapur dengan sebuah
nampan di tangannya.
“Li Mei, bagaimana tes wawancaramu? Apakah berjalan dengan baik?”
Tanya bibi Lu sembari meletakkan nampan berisi makanan di atas meja.
“Ya, semuanya lancar” jawab Li Mei tanpa menghentikan aktivitasnya memotong kuku.
“Aku harap kau bisa diterima bekerja disana. Itu akan sangat
membantu perekonomian kita” ucap bibi Lu lagi, kini ia sudah duduk di
samping Li Mei. Li Mei pun menghentikan kegiatannya, ia menatap bibinya
dengan tatapan penuh kasih sayang.
“Aku juga berharap begitu. Jika aku diterima, bibi tak usah bekerja
di kedai lagi. Biar aku yang membiayai sekolah Luhan” Li Mei tersenyum,
bibi Lu pun ikut tersenyum. Ia membelai rambut Li Mei, Li Mei sudah
seperti anak kandungnya sendiri. Rasa sayangnya pada Li Mei sama seperti
sayangnya pada Luhan.
“Tapi aku tidak ingin banyak berharap bi,bagaimanapun juga Chuan
Shang adalah perusahaan besar. Persaingannya juga ketat, kecil
kemungkinan aku bisa diterima di sana” bibi Lu berhenti membelai rambut
Li Mei, tangannya kini beralih menggenggam erat tangan Li Mei.
“Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan Luhan. Kau jangan
berkecil hati, kau harus percaya pada kemampuanmu sendiri Li Mei” sebuah
motivasi dan dukungan moril seperti ini yang selalu bibi Lu berikan
pada Li Mei. Dia sadar bahwa dia tidak bisa memberikan apa-apa selain
kasih sayang dan juga perhatian yang ia punya.
“Terima kasih bibi” senyum kembali menghiasi wajah cantik Li Mei,
dia meraih tubuh bibi Lu ke dalam dekapannya. Setelah kedua orang tuanya
tiada, bibi Lu lah yang menjadi penyemangatnya untuk melanjutkan
hidupnya. Bibinya kini sudah semakin menua dan Li Mei ingin
membahagiakan bibinya. Bibi Lu membalas pelukan Li Mei . Lalu tidak lama
kemudian, Luhan keluar dari dalam kamarnya.
“Eoh, sedang apa kalian pagi-pagi begini sudah berpelukan. Seperti
teletubbies saja” candanya pada ibu dan juga kaka sepupunya itu. Luhan
mengambil posisi duduk tepat di depan meja. Bibi Lu dan Li Mei
melepaskan pelukan mereka. mereka berdua tertawa mendengar ucapan Luhan.
“Kau sudah bangun Luhan, eomma baru saja akan membangunkanmu”
“Tadi aku mendengar percakapan dramatis antara ibu dan anak, jadi
aku terbangun” ucap Luhan dengan nada mengejek. Ia menyambar sepotong
roti lalu mengoleskan selai strobery di atasnya dan kemudian memakannya.
“Kau tak usah mengejek begitu, seperti kau tak pernah berbuat
seperti itu saja” cibir Li Mei, Luhan tak menyahut, dia sibuk mengunyah
roti di dalam mulutnya.
“Sudahlah, masih pagi kalian tak usah berdebat. Lebih baik kau juga sarapan Li Mei” perintah bibinya kemudian.
“Ah, ne” Li Mei pun menggeser posisinya mendekat ke arah meja, ia
juga mengambil selembar roti dan melakukan hal yang sama seperti Luhan.
“Kalian habiskan sarapannya, sebentar lagi aku harus berangkat untuk membuka kedai” ucap bibi Lu lagi.
“Oh ya bi, hari ini aku sedang tidak ada kegiatan. Aku ingin membantu bibi di kedai, otte?”
“Apa kau tidak lelah, sebulan belakangan ini kau kan sibuk melamar pekerjaan kesana kemari?” Tanya bibinya lembut.
“Anniya, aku tidak merasa lelah. Sudah lama aku tidak membantu bibi
semenjak aku bekerja. Sekarang kebetulan aku masih menganggur, apa
salahnya kan aku membantu di kedai” bujuknya lagi dengan menunjukkan
puppy eyes nya.
“Baiklah jika kau memaksa” ucap bibi Lu akhirnya. Dia tidak akan bisa menolak permintaan Li Mei jika sudah seperti itu.
“Huah senangnya!” Li Mei melonjak girang dan itu membuat Luhan memandangnya dengan tatapan mengejek.
“Sudah 24 tahun, tapi kelakuanmu masih kekanak-kanakan” Luhan
menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kaka sepupunya itu.
Pletak,
Li Mei memukul kepala Luhan dengan sendok yang ada di hadapannya.
“Aww” Luhan meringis dan mengusap-ngusap kepalanya.
“Apa maksudmu?” Li Mei memelototkan matanya mencoba mengintimidasi Luhan, tapi tampaknya itu tak berpengaruh apa-apa bagi Luhan.
“Tidak ada” jawab Luhan enteng. Walau Luhan sering membuat Li Mei
kesal, jauh dilubuk hatinya ia sangat menyayangi Li Mei. Keisengannya
adalah bentuk lain dari perhatian dan kasih sayang yang ingin ia
perlihatkan pada kakak sepupunya itu.
“Sudahlah, Luhan kau jangan menggoda kakakmu, lebih baik kau
bersiap-siap untuk kuliah. Dan kau Li Mei, jika ingin ikut bersamaku
kau juga lebih baik bersiap-siap”
“Ne eomma”; “Ne bibi” ujar mereka serempak.
Mereka bertiga bersiap-siap untuk memulai aktivitas mereka hari ini.
Keluarga kecil ini tampak begitu bahagia walau tanpa adanya kepala
keluarga. Mereka selalu percaya bahwa kebahagiaan itu tak hanya datang
kepada orang yang memiliki materi, keluarga sederhana seperti mereka
juga bisa merasakan kebahagiaan walau dengan cara yang sederhana.
@kedai ramyeon
“Bi,dua ramyeon pedas ya!” Li Mei meneriakkan pesanan yang dipesan
oleh tamunya. Ini sudah jam 8 malam dan kedai masih saja dipenuhi banyak
pengunjung. Peluh sudah bercucuran di dahi Li Mei, dari tadi siang
hingga malam ia tak henti berteriak dan bolak-balik mengantarkan
pesanan. Kebetulan salah seorang pegawai tak masuk hari ini, jadilah dia
yang harus menggantikan perannya, menjadi pelayan sekaligus menjadi
kasir. Li Mei menunggu pesanan di depan meja. Dia sudah mulai merasa
kelelahan, tapi dia tetap semangat. Ini juga demi bibinya.
“Li Mei, pesanan sudah siap!” Li Mei menoleh ke arah sumber suara,
bibinya menyodorkan dua mangkuk ramyeon ke hadapannya. Ia mengambilnya
dengan cekatan dan meletakkan mangkuk-mangkuk tersebut ke atas nampan
yang sedari tadi ia pegang. Li Mei mengantarkan pesanan tersebut pada
siempunya.
“Ini pesanan anda” Li Mei meletakkan mangkuk-mangkuk tersebut ke atas meja sambil tersenyum ramah.
“Terima kasih” ucap seorang pengunjung laki-laki yang datang bersama
kekasihnya itu. Li Mei membungkukkan badannya. Ketika dia akan
melangkahkan kakinya, pintu kedai kembali terbuka dan muncullah
seseorang lelaki dengan postur yang tinggi. Masih berpakaian kerja
lengkap dengan jas berwarna birunya. Wajahnya tampan tapi tampangnya
terlihat sedikit acak-acakan, dasi yang ia kenakan juga sudah tak berada
di tempatnya. Li Mei memandang lelaki itu dengan seksama, sepertinya ia
pernah bertemu dengan lelaki itu sebelumnya. Li Mei tak ingin banyak
berpikir, ia segera menghampiri laki-laki itu yang memilih duduk di
kursi paling pojok.
“Annyeong! Ada yang bisa saya bantu tuan?” Tanya Li Mei hati hati,
lelaki itu tak lantas menjawab. Ia mendongakkan kepalanya menatap Li
Mei, laki-laki itu sedikit terlonjak ketika melihat Li Mei, namun ia
dapat menguasai dirinya dengan cepat. Li Mei terlihat sedikit berpikir
ketika melihat wajah lelaki itu secara dekat.
“Bukankah kau!” pekiknya tertahan.
TBC
Desclaimer : ff ini murni dari imajinasi author, sedikit
terinspirasi dari drama taiwan yang berjudul miss rose. Nama tempat dan
lainnya hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan itu tidak disengaja.
So, don't bash and don't be plagiat!
Sabtu, 22 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar