Cast : Park Ri Young (OC)
Lee Donghae
Author : Miss_Young
Length : Oneshoot
Just Park Ri Young POV
Banyak
orang bilang mencintai seseorang yang mencintai orang lain itu rasanya
seperti memeluk pohon kaktus, semakin erat kamu memeluk, maka semakin
sakit rasanya. Mungkin mereka benar, atau mungkin mereka salah. Jika
tahu pohon kaktus ituakan menyakitimu, kenapa masih terus memeluknya??
Hanya lepaskan saja dan semuanya akan baik-baik saja. Mungkin pertanyaan
itu harus kutanyakan pada diriku sendiri, karena memang akulah yang
mengalami hal ini. Entah sudah berapa luka yang kuterima, berapa banyak
air mata yang kubuang hanya karena aku mencintainya. Sepertinya ini
terdengar berlebihan, tapi itulah yang terjadi.
Aku
dengan bodohnya menjerumuskan diriku sendiri ke dalam lingkaran yang
dinamakan cinta.Harusnya jatuh cinta itu indah bukan? tapi aku merasakan
hal yang sebaliknya.Semakin aku mencintainya, maka aku semakin
tersiksa, dengan semua pengharapankudan semua mimpiku yang aku tahu tak
kan pernah menjadi nyata. Andai saja waktu bisa kuputar kembali, maka
aku akan memohon pada tuhan agar tak pernah mempertemukanku dengannya.
Atau haruskah aku minta padanya untuk melumpuhkan semua memori di
otakku. Aku pikir itu yang terbaik.
September 2013
“Annyeong”
terdengar suara yang begitu lembut di telingaku membuatku menoleh ke
arah suara itu, seorang lelaki dengan paras yang tak bisa kugambarkan
sedang berdiri dan tersenyum manis di hadapanku sekarang. Nafasku
tercekat, jantungku rasanya ikut berhenti, semua kebisingan yang tadi
sempat terdengar kini mendadak lenyap. Semua orang di sini mendadak
menghilang begitu saja, hanya ada aku dan dia. Ya.. aku hanya bisa
melihatnya, hanya dia seorang.
“Agashi apa
kau baik-baik saja?” lelaki itumenggerak-gerakan tangannya di depan
wajahku. Terlihat jelas kekhawtiran diraut wajahnya. Oke, ini saatnya
aku untuk tersadar. Aku menghela nafas panjang.
“Ne”
setelah mengumpulkan kekuatan dan berusaha sekuat tenaga untuk
menjawab, hanya kata itu yang bisa kuucapkan. Kenapa aku seperti ini?
rasanya seluruh saraf ditubuhku ini terasa mati. Untuk tersenyum saja
aku harus mengeluarkan tenaga ekstra.
“Sepertinya
kau nampak tak baik-baik saja” dengan raut wajah yang masih menampakkan
kecemasan, ia tempelkan punggung tangannya di keningku. Ya tuhan, lebih
baik kau cabut nyawaku sekarang, aku bisa mati berdiri karenanya. Aku
memundurkan badanku dan menggelengkan kepalaku.
“Tidak
apa-apa, aku baik-baik saja” ucapku meyakinkannya, dia pun
menghembuskan nafasnya lega. Dia tersenyum lagi di hadapanku, jika aku
boleh jujur, inia dalah senyum terbaik yang pernah aku lihat.
“Aku Lee Donghae” dia mengulurkan tangannya padaku, ragu-ragu aku menyambut uluran tangannya.
“A-aku,
Park Ri Young” ucapku terbata, tangannya terasa begitu lembut. Entah
kenapa ada perasaan nyaman menjalar di tubuhku ketika dia menyentuh
tanganku. Ternyata lelaki di hadapanku ini bernama Lee Donghae, lelaki
yang membuat ku hampir mati untuk beberapa saat. Dia melepaskan
genggaman tangannya, aku menatapnya dengan tatapan tak rela. Mungkin aku
terlihat seperti gadis bodoh sekarang.
“Apa kau baru masuk ke universitas ini? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya” tanyanya padaku.
“Ya,
aku masih semester satu jurusan perfilman, lalu k-kau?” akhirnya aku
memberanikan diri untuk bertanya walau dengan susah payah.
“Aku
sudah semester akhir di jurusan musik” kembali dia memamerkan senyum
indahnya padaku, apa tidak bisa dia sedetik saja tidak tersenyum,
harusnya dia tahu jika senyumnya itu bisa membuat orang yang melihatnya
jatuh pingsan.
“Oh begitu” aku hanya bisa berOh ria, taktahu lagi apa yang ingin ku katakan. Aku terlalu gugup saat ini.
“Oya, lebih baik kita duduk di sana. Kajja!” ia menarik pergelangan tanganku dan membawaku untuk duduk di sebuah bangku.
“Apa yang sedang kau lakukan tadi?” tanyanya ketika kami berdua sudah duduk di sebuah bangku.
“Eoh?” aku tak mengerti dengan pertanyaannya. Aku melakukan apa? Apa sebenarnya yang aku lakukan? Aku sendiri tak tahu.
Dia Nampak tertawa melihat kebingunganku.
“Aku
tadi tak sengaja melihatmu sedang menatap ke arah langit, lalu kau
memejamkan kedua matamu, seperti ini” dia bangkit dari duduknya, lalu
mulai memejamkan matanya dan menatap ke arah langit sambil merentangkan
kedua tangannya. Persis seperti yang aku lakukan tadi. Aku menatapnya
tak berkedip, wajah yang begitu indah menurutku, dengan senyum yang
begitu menawan. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dada ini, perasaan
senang yang membuncah. Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
“Nah
seperti itu” ucapannya membuyarkan lamunanku, membawaku kembali ke
dunia nyata. Dia kembali duduk di sampingku. Aku tersenyum tipis
padanya.
“Sebenarnya aku sedang tidak melakukan apa-apa” jawabku malu-malu. Aku terdiam sejenak, lalu meneruskannya lagi.
“aku hanya membayangkan jika aku sedang berada di tengah gurun pasir
dan tiba-tiba saja turun salju, aku merentangkan tanganku untuk
merasakan dinginnya salju” dia tertawa renyah, lalu mengacak pelan
rambutku.
“Kau lucu sekali, Ri Young-ssi. Apa kau berniat membuat film seperti itu?”
“Kurasa
itu ide yang tidak terlalu buruk bukan?” dia kembali tertawa mendengar
pertanyaan polosku, bahkan matanya sampai tak terlihat karena asyik
tertawa. Aku juga ikut tertawa, bukan karena ada yang lucu, tapi
melihatnya tertawa seperti itu membuatku merasa sangat bahagia.
“Ya,
aku tahu. Sepertinya imajinasi mu itu tinggi sekali, tapi aku percaya
jika tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Bukan hal yang tak
mungkin jika salju bisa saja turun di gurun pasir bukan?” aku mengangguk
menyetujui pertanyaannya.
“Jika aku boleh
tahu, apa keinginanmu dimasa depan?” Tanya Donghae lagi, aku masih
terdiam. Aku sendiri tak tahu apa yang aku inginkan. Tak pernah
sekalipun aku memikirkannya.
“Hmm,
sebenarnya aku tidak yakin dengan keinginanku sendiri. tapi aku
mempunyai impian untuk membuat sebuah film karyaku sendiri, tapi aku
merasa tak punya bakat untuk itu”
“Jangan
pernah menyerah, walau kau merasa kau tak punya bakat tapi kau punya
keinginan besar. Kau harus yakin bahwa dengan keinginan dan kerja keras,
impianmu bisa terwujud. Bakat memang penting, tapi keinginan besar yang
ada dalam hatimu itujauh lebih penting. Aku yakin, suatu hari nanti kau
bisa menggemparkan seluruh dunia dengan film mu” ucapnya padaku sambil
tersenyum lebar.
Akumenatapnya lekat, aku tak
tahu alasan tuhan mempertemukanku dengannya. Lee Donghae, lelaki asing
yang baru kukenal beberapa menit yang lalu sudah berhasil membuat ku
merubah cara pandangku terhadap dunia. Ya, dia benar, tidak ada yang
tidak mungkin di dunia ini. Seperti mencintainya dalam waktu beberapa
menit bukan? Aku berjanji dalam hatiku, mulai sekarang aku hanya akan
menatap lurus ke arahnya. Ke arah lelaki yang baru saja memberiku sebuah
semangat, yang percaya bahwa aku punya kemampuan yang bahkan orang lain
tak pernah mengatakannya padaku.
“Sepertinya
aku harus pergi ke kelas, senang berkenalan denganmu Ri Young-ssi”
ucapnya, lalu berdiri dan lagi-lagi tersenyum ke arahku. Aku benar-benar
terhipnotis oleh senyumnya, diam dan tak melakukan apa-apa. Aku hanya
bisa menganggukan kepalaku. Ia mencondongkan tubuhnya kearahku, perlahan
lahan tubuhnya mulai mendekat dan mempersempit jarak diantara kita.
Tubuhku menegang, kurasakan wajahku mulai memanas. Ya tuhan, apa yang
akan dia lakukan, aku memejamkan mataku sambil berdoa agar aku tak
pingsan saat ini juga.
“ini! ada daun mapple di
rambutmu” aku membuka mataku dan melihatnya menunjukkan daun maple
kering di tangannya. Ya..Sepertinya aku harus memeriksakan diri ke
dokter, apa yang baru saja aku pikirkan? Apa aku berharap dia akan
menciumku, aku memang sudah gila. Aku meraih daun mapple itu dari
tangannya. Aku cukup merasa malu dan tak berani menatap matanya. Mungkin
sekarang wajahku sudah memerah.
“gomawo” ucapku akhirnya.
Dia
tersenyum lembut, lalu ia mulai melangkahkan kakinya, pergi
meninggalkanku. Aku masih menatap punggungnya,ingin aku menghentikan
langkahnya, tapi lidahku sangat kelu bahkan untuk berteriak memanggil
namanya saja aku tak mampu.
Dia membalikkan
badannya dan melambaikan tangannya padaku dengan senyum yang masih
mengembang di wajahnya, aku membalas senyumnya dan juga melambaikan
tanganku. Setelah itu aku tak melihatnya lagi, dia sudah menghilang di
balik kerumunan orang. Bodohnya aku, tak sempat bertanya dimana rumahnya
dan bodohnya lagi aku tak sempat meminta nomor handphone nya. Dia
memang sudah benar-benar melumpuhkan system kerja otakku. Sudahlah, aku
pasti bisa bertemu dengannya lagi. Bukankah dia bilang , dia belajar di
departemen musik. Aku akan kesana dan mencari tahu tentangnya.
~oo~
Oktober 2013
Aku
mengayunkan kakiku di koridor sebuah gedung, gedung ini adalah gedung
departemen musik di kampusku. Aku tak mengerti bagaimana caranya aku
bisa menlangkahkan kakiku sampai ke sini. Sesungguhnya aku tengah
merindukannya, merindukan Lee Donghae. Setelah pertemuan pertama kami,
semenjak itu aku tak pernah lagi melihatnya. Mungkin karena kesibukanku
sebagai mahasiswa baru semester pertama, sehingga aku tak punya waktu
bahkan hanya untuk sekedar pergi ke fakultas lain.
Aku
menarik nafasku dalam-dalam, mencoba menormalkan detak jantungku yang
begitu cepat. Entahlah,, aku selalu merasa gugup jika menyangkut sesuatu
yang berhubungan dengan Lee Donghae. Aku melangkahkan kakiku lagi
menyusuri setiap kelas, mataku berputar ke setiap arah. Dengan begitu
siapa tahu aku bisa melihatnya, aku ingin sekali bertemu dan melihat
wajahnya. Walau aku tak tahu apa yang akan kukatakan padanya nanti jika
dia bertanya. Aku tak ingin memikirkan hal itu dulu.
Di
sebuah bangku panjang, aku lihat seorang lelaki yang tak asing dalam
ingatanku tengah duduk sambil memegang sebuah buku .Lelaki itu Lee Dong
hae. Akhirnya aku bisa menemukannya. Batinku berteriak memanggil
namanya, ingin sekali berlari dan menghambur ke pelukannya. Namun itu
tak mungkin aku lakukan, aku bukanlah siapa-siapanya, hanya seorang
gadis yang begitu mengaggumi sosok seorang Lee Donghae.
Tak
kusadari, senyum mengembang di wajahku. Aku bergegas mendekat ke
arahnya. Aku tak sabar ingin menyapanya. Jantungku terasa bertalu-talu,
aku tak percaya aku bisa melihatnya lagi.
“Sun-b-!”
panggilku terputus, seorang gadis terlihat menghampirinya sebelum aku
sempat memanggilnya. Lee Donghae mendekap gadis itu, gadis berambut
panjang yang terlihat begitu cantik. Mereka terlihat begitu mesra,
seperti sepasang kekasih.
Donghae terlihat
tertawa bahagia dengan gadis itu. Aku melihatnya dengan tatapan nanar,
mataku memanas dan tanpa diperintahkan bulir bening itu jatuh di sudut
mataku. Aku tak bisa menahannya lagi, hatiku begitu sakit. Bahkan ini
belum dimulai, kenapa aku harus merasakan patah hati. Aku menangis dalam
diamku, berdiri mematung melihat dua insan yang tengah bahagia itu
tertawa bersama.
Apa ini artinya
pengharapanku hanya sia-sia saja? Lee Donghae, namja yang begitu aku
puja ternyata sudah memiliki seseorang di hatinya. Apakah perasaanku ini
salah? Aku mencintai seseorang yang sudah memiliki kekasih. Aku
membalikkan badanku beranjak dari tempat itu. Aku tak mungkin kuat
melihat keadaan itu, aku berjalan dengan gontai dengan air mata yang
sudah menganak sungai di pipiku. Aku pergi dengan sejuta luka dan
kesakitan yang ditorehkannya. Beginikah sakitnya jatuh cinta?
~oo~
24 Desember 2013, 11.00 p.m.
Natal
tahun ini terasa begitu sepi, aku tak pergi ke gereja bersama
keluargaku. Ya, aku ingin menghabiskan malam natalku seorang diri, hanya
seorang diri. Entah ini efek dari patah hatiku atau bukan, yang jelas
aku hanya ingin melewati malam tahun baru tanpa siapapun.
Aku
mengeratkan mantel yang kupakai agar tak terlalu kedinginan, cuaca
malam ini tentu saja begitu dingin karena salju sudah mulai turun. Aku
berjalan menyusuri trotoar, aku sedang berada di pusat pertokoan distrik
gangnam. Aku bisa mencium aroma natal yang melayang dari setiap tempat.
Bau kulit pohon natal yang segar, bahkan bau kertas kado natal, aku
bisa menciumnya.
Deretan pertokoan tersebut
sudah disulap dengan dekorasi khas perayaan natal, dengan lampu
warna-warni yang berkelap-kelip bahkan aku bisa melihat pohon natal nan
indah di sepanjang jalan. Aku terdiam di depan sebuah toko, lalu
tersenyum getir. Semua orang terlihat begitu bahagia, anak-anak terlihat
bercanda bersama seseorang yang berpakaian sinter clas. Harusnya aku
juga bahagia menyambut malam natal ini, tapi rasanya kebahagiaan itu
bukanlah sahabatku sekarang. Setelah merasakan patah hati, jiwaku
seakan-akan sudah mati. Untuk tersenyum saja, aku tak ingin
melakukannya.
Mungkin aku memang gadis
bodoh, terlalu cepat jatuh ke dalam pesona Lee Donghae dan akhirnya aku
benar-benar terjatuh dan sulit untuk bangkit lagi. Dua bulan ini aku
berpikir untuk melupakan lelakiitu, mencoba menghapus bayang-bayangnya
dari otakku. Lagi-lagi aku selalu gagal, semakin aku mencoba untuk
melupakannya maka semakin besar rasa cintaku padanya. Aku sendiri tak
mengerti kenapa aku bisa seperti ini.
Aku meneruskan langkahku lagi, namun pikiranku terus berkecamuk.
Aku
berhenti di sebuah restaurant, dan mataku terbelalak. Aku kini
melihatnya, aku melihat Lee Donghae! dan dia bersama gadis itu tepat di
depan restaurant. Luka itu kembali menganga lebar. Aku melihatnya dengan
tubuh yang bergetar, ingin aku pergi meninggalkan tempat itu. Tapi
kakiku serasa dipaku, aku hanya bisa diam mematung.
“Chagiya,
aku mohon maafkan aku!” samar-samar aku mendengar suaranya, dan apa
ini? Dia berlutut di hadapan gadis itu, kenapa dia harus melakukan hal
itu dan merendahkan harga dirinya? Aku merasa tak rela, tapi aku tak
bisa berbuat apa-apa.
Lee Donghae terlihat
menitikkan air matanya. Bahkan ia rela membasahi wajah tampannya dengan
air mata hanya demi meminta maaf pada gadis itu. Lee Donghae yang begitu
sempurna di mataku begitu merendahkan dirinya di hadapan gadisnya. Apa
yang dimiliki gadis itu yang aku tak punya, padahal aku lebih tulus
mencintainya.
Satu hal yang kini kusadari,
ternyata melihatnya menangis seperti itu lebih menyakitkan dibanding
melihatnya tertawa bersama orang lain. Hatiku seakan teriris, seandainya
aku bisa berlari dan memeluknya, akan kuhapuskan semua kesedihannya.
Tapi keadaan tak pernah berpihak kepadaku, gadis itu,,, gadis yang
membuat Donghae menangis, namun dia juga yang bisa menghapus air
matanya.
Tak ada yang bisa kulakukan selain
menatap mereka di kejauhan, aku bisa merasakan kebahagiaan dari sorot
mata Lee Donghae ketika gadis itu berlutut dan memeluknya. Begitu
besarkah cintamu padanya?? Tak tahukah kau bahwa disini ada orang yang
mempunyai cinta yang begitu besar untukmu? Aku meremas dadaku yang
terasa sesak, kembali aku harus menerima rasa pahit itu.
Malam
natal yang begitu dingin bagiku, bukan hanya tubuhku yang terasa
membeku, hatikupun ikut membeku . Hawa dingin yang menerpa tubuhku
sudah tak lagi kurasakan. Lee Donghae dan gadisnya sudah menghilang dari
pandanganku. Aku masih berdiri di tengah salju yang turun. Aku
merentangkan kedua tanganku dengan wajah mendongak menatap
langit.Kupejamkan kedua mataku. Aku bisa merasakannya, aroma salju yang
basah, bau pohon natal, dan aroma natal itu sendiri. Aku tersenyum
pedih. Salju itu kini menetes di wajahku, mengalir kepipiku berbaur
bersama air mataku.
"Marry Christmas, and saranghaeyo Lee Donghae!" gumamku di tengah dinginnya salju.
~oo~
Seperti
air yang tak berhenti mengalir, seperti itu pula perasaanku pada Lee
Donghae. Aku sendiri tak bisa menghentikan perasaanku ini padanya. Tak
ada yang bisa kulakukan selain mencintainya dalam diam, menatapnya di
kejauhan, melihatnya tertawa bersama orang lain. Menyakitkan. Dia
seperti sebuah siluet hitam bagiku, terlihat tapi tak nyata, hingga aku
sendiri tak bisa meraihnya.
Aku tahu dia sudah
melupakanku, pertemuan yang tak disengaja itu tak pernah berarti
baginya. Tapi bagiku, ini lebih dari berarti, Lee Donghae, nama yang
selalu kusimpan rapi dalam memoriku.
Lee Donghae ,
si pohon kaktusku. Aku akan tetap memelukmu erat, walau dengan begitu
aku akan terus terluka. Aku tak akan pernah melepaskanmu, sampai aku
benar-benar merasa tak sanggup, barulah saat itu aku akan merelakanmu
bersama orang yang kau cintai. Dan aku akan berusaha mencari
kebahagiaanku sendiri.
END
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar